Ali dan Dompet Misterius

Oleh :

Akbar Asfariza Syahidan kelas 6-B

Hari ini, Ali dan Aku pulang sekolah setelah Dhuhur karena sedang ujian tengah semester . Kami berjalan berdua melewati jalan kecil yang sepi. Saat berjalan, tiba-tiba Ali melihat sebuah dompet tergeletak di pinggir jalan.

"Asfar, lihat! Ada dompet!" seru Ali sambil menunjuk.

Aku mendekat, melihat dompet itu dengan alis mengernyit. "Wah, siapa ya yang kehilangan?"

Ali membukanya dan menemukan selembar uang Rp200.000 di dalamnya. Matanya berbinar-binar. "Asfar, kita bisa pakai uang ini untuk makan ayam bakar! Aku traktir kamu!"

Tapi Aku menggeleng. "Ali, kita nggak boleh ambil uang ini. Ini bukan milik kita. Kita harus kembalikan ke pemiliknya."

Ali mendesah, kecewa. "Ah, kamu terlalu serius, Asfar. Nggak ada yang tahu kalau kita ambil sedikit saja untuk makan."

"Walaupun nggak ada yang tahu, tapi Allah tahu, Ali. Ini bukan hak kita," jawabku tegas.

Namun Ali tidak mendengarkan. Ia tetap berkeras dan berkata, "Kalau kamu nggak mau, aku aja deh yang makan sendiri!"

Ali pun pergi ke warung ayam bakar sendirian. Ia membeli banyak ayam bakar dan menikmati semuanya sampai uang di dompet itu habis. Setelah kenyang, Ali pulang ke rumah dengan perut penuh, tapi hatinya sedikit gelisah.

Saat sampai di rumah, Ali terkejut melihat ayahnya duduk di ruang tamu dengan mata yang basah. Ayahnya menangis. Ali belum pernah melihat ayahnya begitu sedih sebelumnya.

"Ayah, kenapa?" tanya Ali khawatir.

Ayahnya mengusap air matanya. "Ayah kehilangan dompet, Nak. Di dalamnya ada uang untuk membayar sekolahmu. Ayah sudah mencarinya ke mana-mana, tapi tidak ketemu."

Ali terdiam. Hatinya langsung tenggelam dalam rasa bersalah. Dompet yang ia temukan tadi… ternyata milik ayahnya sendiri. Uang yang ia habiskan untuk makan ayam bakar itu adalah uang yang seharusnya digunakan untuk membayar sekolahnya.

Ali merasa menyesal. Dengan mata berkaca-kaca, ia menghampiri ayahnya. "Ayah… maafkan Ali. Ali menemukan dompet itu di jalan, tapi Ali malah memakai uangnya…"

Ayahnya menatap Ali dengan kaget dan kecewa. "Ali, kamu harus tahu bahwa mengambil yang bukan milikmu itu salah. Ayah kecewa, tapi yang penting kamu mengakuinya."

Ali mengangguk dengan sedih. Ia sadar, tindakan kecil yang ia anggap tidak penting ternyata memiliki konsekuensi besar. Ia belajar bahwa kejujuran lebih berharga daripada apapun.

Mulai saat itu, Ali berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu berbuat jujur, apapun situasinya. Sebab, mengambil yang bukan hak kita hanya akan membawa penyesalan.

 

 

 

 

 

 

Facebook Comments

0 Komentar

TULIS KOMENTAR

Alamat email anda aman dan tidak akan dipublikasikan.